Wednesday, April 23, 2008

Asam Manis Kehidupan Penjual Rujak



Siang itu di depan jajaran ruko, di perumahan Jatibening Estate, Bekasi, kami menghampiri seorang bapak dengan tujuan untuk mewawancarainya. Dengan senyum ramah ia mengijinkan kami untuk mengganggu aktivitasnya sejenak. Bapak Muhammad, begitu ia disapa, adalah seorang penjual rujak yang biasa berjualan di perumahan Jatibening Estate dari pukul 09.00-17.00, tidak lebih karena sepulangnya berjualan ia harus pergi ke Pasar Bekasi untuk membeli buah untuk modal keesokan harinya. Biasanya ia membeli buah sebanyak 5-10 kg, tergantung jenis buahnya. Kalau dari penjualan satu hari ada buah yang sisa, buah-buah tersebut ditutup dengan balok es besar kemudian ditutup dengan plastik, sehingga buah tidak busuk. Harga buah yang dijual pun sangat terjangkau, Rp. 1000,- per buah untuk buah potong dan Rp. 5000,- per porsi untuk rujak ulek, dalam sehari ia bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 50.000,-. Ada keinginan untuk menaikkan harga, tapi karena takut banyak pelanggan yang “kabur”, ia mengakalinya dengan cara mengecilkan kantong bungkus atau mengurangi banyaknya potongan buah, jadi tidak perlu menaikkan harga. Ketika bulan puasa tiba, yang bekerja hanya istrinya. Pak Muhammad menganggur di rumah mengurus 5 anaknya. Istilahnya, ia bekerja selama setahun untuk hidup selama sebulan. Penghasilan istrinya sebagai pembantu rumah tangga ditambah hasil penjualan rujak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.




Ia mulai berjualan rujak sejak tahun 1980, dan lokasinya selalu berpindah-pindah dari Rawamangun, Tambun, Cikarang, lalu di Jatibening sampai sekarang. Sebelum menjadi pedagang rujak, ia pernah menjadi seorang kuli di pabrik gula. Namun karena krisis moneter, sebagian pekerja termasuk Pak Muhammad di PHK. Ia pun mencari alternatif pekerjaan lain, yaitu berjualan rujak dengan alasan modal yang diperlukan kecil dan tidak membutuhkan keahlian khusus seperti pedagang bakso yang harus mengerti cara meracik bumbu. Dengan uang Rp.200.000,- ia sudah bisa membeli kebutuhan untuk berjualan keesokan harinya. Sempat ada dorongan untuk kembali ke Cirebon, kampung halamannya, namun tidak bisa karena semua anak-anaknya bersekolah di Jakarta.




Pengalaman yang paling berkesan ketika lulus SMA, berjualan rujak di kampus IKIP Rawamangun dengan modal pemberian kakaknya. Ternyata banyak teman-temannya yang kuliah di kampus tersebut. Saat jam pulang, banyak temannya yang meminta rujak, karena tidak enak hati ia merelakan saja. Alhasil hari itu ia hanya mendapat Rp. 10.000,-. Selama 28 tahun ia menikmati pekerjaannya sebagai penjual rujak, karena dapat bebas melakukan hal-hal lain seperti sholat, tidak ada yang mengekang dan menyuruh. Semua dilakukan sesuai kehendak hati.


DIMBA ( XI IPS 1 / 15 )
MITA ( XI IPS 1 / 21 )

No comments: