Thursday, April 24, 2008

Hidup seorang pedagang


Ibu Minah

Ibu Minah adalah seorang pedagang sayur-sayuran di pasar dekat rumah saya (Debora). Ia bukan asli orang Jakarta, Ia berasal dari Jawa. Ibu Minah pindah ke Jakarta pada tahun 1970 dan langsung menjadi pedagang. Ia sudah berkeluarga, memiliki 4 orang anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan. Dua diantaranya sudah menikah, dan Ibu Minah sudah memiliki 2 orang cucu. Memang, Ia sudah berpisah lama dengan suami-nya, tetapi walaupun begitu Ia tidak pernah kekurangan, karena kegigihannya dalam bekerja. Penghasilannya selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Setiap hari-nya, Ibu Minah datang ke pasar pukul 5 pagi untuk menjual dagangannya. Sekitar pukul 11.30, Ibu Minah mulai memberes-bereskan dagangan. Ia pulang ke rumahnya di Jembatan Gantung, yang tidak jauh dari pasar. Sesampainya di rumah Ia memasak untuk keluarganya. Setelah itu, Ia pergi ke Pasar Induk untuk berbelanja kembali barang dagangannya yang sudah habis, lalu Ia kembali berdagang di pasar pada pukul 17.00 hingga 19.00 atau 20.00 Itulah kesehariannya.

Sebagai pedagang, Ibu Minah sangat menyukai pekerjaannya ini. Ia tidak merasa terbebani atau merasa terpaksa menjalankan pekerjaannya. Meski tidak bekerja sebagai orang kantoran, Ia tetap bersyukur bisa bekerja walaupun tidak memiliki ijazah, tidak seperti orang-orang yang malah menganggur saja. Ia bisa dikatakan cukup sukses. Dagangannya laku setiap hari-nya. Ada cabai, telur, kentang, sayuran, dsb. Ibu Minah tidak pernah terpikir untuk bekerja dengan profesi yang berbeda, karena wirausaha adalah yang paling cocok baginya.

Setiap pekerjaan pasti ada suka dan duka-nya, begitu pula dengan Ibu Minah. Yang menyenangkan dari pekerjaannya ini adalah Ia dapat bertemu dengan banyak orang, berelasi dengan banyak orang, tidak menjadi orang yang tertutup dan tidak mempunyai teman. Sedangkan duka dari pekerjaannya ini adalah jika harga barang-barang naik, Ibu Minah kewalahan karena dagangannya bisa sepi. Apalagi sekarang harga kian tidak menentu, sewaktu-waktu bisa naik drastis. Inilah yang menjadi ketakutan Ibu Minah. Tetapi Ibu Minah tetap bersyukur masih bisa mendapatkan penghasilan walaupun dagangannya sepi.

Saya sempat bertanya pada Ibu Minah apa tujuan hidup dari ibu 4 anak ini, Ia menjawab bahwa Ia ingin menjadi orang sukses seperti kebanyakan orang. Ia ingin mempunyai mobil sebab sampai sekarang ini Ia hanya bisa meminjam dari orang. Tetapi Ia yakin, suatu saat nanti dari penghasilan yang Ia kumpulkan, Ia dapat mendapatkan mobil seperti yang Ia idamkan.

Sebagai manusia beriman, Ibu Minah juga selalu mengikut sertakan Tuhan dalam pekerjaannya. Dapat bekerja dengan lancar hingga saat ini juga merupakan bantuan dari Tuhan. Berkat yang selama ini diterimanya juga merupkan berkat dari Tuhan.



saya (Debora) dan Ibu Minah


Refleksi Pribadi

Dari pengalaman mewawancarai seseorang yang berprofesi sebagai pedagang, kita dapat merasakan bahwa mencari suatu pekerjaan bukanlah merupakan hal yang mudah. Pekerjaan dimana penghasilannya dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk orang yang sudah berkeluarga. Bukan hanya untuk kebutuhan sendiri, melainkan juga untuk kebutuhan keluarganya. Tetapi apapun pekerjaan yang kita dapatkan apakah itu menyenangkan atau menyebalkan untuk kita, kita harus tetap menjalaninya. Kita harus bersyukur masih memiliki pekerjaan. Walaupun pekerjaan kecil, setidaknya itu lebih baik daripada menganggur. Kita tidak boleh merasa terpaksa dalam menjalankan pekerjaan, karena jika sesuatu dijalankan secara terpaksa maka tidak akan membuahkan hasil yang baik. Memang terkadang pekerjaan yang kita dapat tidak sesuai dengan yang kita inginkan, tetapi kenyataannya jaman sekarang sulit sekali untuk mendapatkan pekerjaan yang ideal. Disamping itu, kita juga harus menghormati orang tersebut apapun pekerjaannya. Jangan karena orang itu pekerjaannya kecil kita jadi meremehkan, padahal serendah-rendahnya pekerjaan mereka, mereka tetap berjasa bagi kehidupan kita. Kita harusnya berterima kasih.

Kita juga belajar bahwa kita tidak boleh seenaknya saja menghambur-hamburkan uang yang kita dapat dari orangtua. Kita memang belum pernah merasakan bagaimana susahnya mencari uang maka kita masih bisa berani menghamburkannya untuk membeli sesuatu yang tidak penting. Kita menjadi belajar untuk menghormati jerih payah orangtua. Kita harus belajar untuk tidak boros dan mempergunakan uang untuk hal-hal yang penting saja.

Lalu, tidak lupa kita harus ingat bahwa penyertaan Tuhan sangatlah besar di dalam menjalankan suatu profesi. Tuhanlah yang menuntun kita untuk mendapatkan pekerjaan itu. Jika kita sudah mendapatkan pekerjaan maka kita harus berterima kasih pada Tuhan atas berkatNya. Tuhan pula yang senantiasa melindungi dan membimbing kita dalam pekerjaan sehinga semua dapat terlaksana dengan baik.

Pada intinya, kita harus menyerahkan segala sesuatu yang kita punya kepada Tuhan, dan membiarkan Tuhan yang mengatur. Kita juga harus percaya bahwa apa yang diberikan oleh Tuhan adalah yang terbaik untuk kita, termasuk pekerjaan.

Debora XI IPS 1 -8

Feli XI IPS 1 - 12

No comments: