Friday, April 25, 2008

Kehidupan ; Sudut Pandang Seorang Atlit

Pertanyaan

1. Awal mula memilih menjadi atlet. Kenapa? Tidak takut masa depan tidak terjamin? Apa ada komitmen khsus? Motivasi?

2. Apakah perjalanan karirnya ada hambatan? Apa?

3. Mulai main badminton dari umur berapa? Lalu masuk pelatnas bagaimana?

4. Apakah pada awalnya memang bercita-cita jadi atlet?

5. kalau jadi atlet menurut Ko can bisa menutup biaya hidup tidak sih?

6. Kalau tidak, selain jadi atlet profesinya apa lagi?

7. Apakah Ko Can juga mengarahkan anak-anak jadi atlet? atau malah bukan jadi atlet?

8. Bisa ceritakan aktivitas Ko Can sehari-hari? Apa setiap hari pulangnya malam?

9. Sudah puas belum dengan hasil yang dicapai saat ini?

10. Apakah ada perasaan bangga karena semua orang kenal, bahkan ngefans sama Ko Can?

11. Target ke depan yang paling nomor satu apa?

12. Selalu optimis?

13. Selalu memulai dan menutup hari dengan berdoa?

14. Dengan aktivitas yang begitu padat apa masih menyempatkan diri ke gereja?

15. Seberapa besar paran Tuhan dalam kehidupan Ko Can?

16. Pernahkah merah tidak sanggup menghadapi tanggung jawab?

17. Momen kejuaraan yang paling berkesan?

18. Tips-tips disiplin

19. Harapan/ Kesan untuk para junior

20. Prediksi bulutangkis Indonesia di Olympic dan Thomas&Uber Cup


Jawaban : (video)
di paling bawah

Data Pribadi

Nama lengkap : Candra Wijaya
Nama baptis : Rafael
Nama Panggilan : Ko Can
Nama Istri : Caroline Indriani
Nama Anak : 1. Gabriel Christopher Wintan Wijaya (6)
2. Christina Josephine Wintanita Wijaya (4)
TTL : Cirebon, 16 September 1975
Anak ke : 2 dari 4 bersaudara
Kakak : Indra Wijaya
Adik : 1. Rendra Wijaya
2. Sandrawati Wijaya
Tinggi/Berat : 175cm / 73 kg
Hobi : Memelihara binatang (Ikan, burung)
Masuk Pelatnas : 24 September 1993
Motto : Berikanlah yang terbaik apa yan bisa kamu berikan




Refleksi Wawancara dengan Candra Wijaya


Awalnya kita bingung menentukan siapa yang harus diwawancarai. Akhirnya Finka mengusulkan untuk mewawancarai seorang atlit. Kami pun menyetujuinya, karena juga pasti jarang ada yang mewawancarai atlit. Setelah mendapat nomor teleponnya dan membuat janji, ternyata Candra Wijaya, atlit yang ingin kami wawancarai, sering tidak bisa karena waktunya yang padat. Sampai akhirnya kami berhadil mewawancarainya.
Ternyata Candra Wijaya itu baik dan sangat religius. Ia menyerahkan semuanya pada kehendak Tuhan. Sampai sekarang, setelah menjadi atlit yang berprestasi, ia juga tetap bersyukur kepada Tuhan, karena menurutnya tanpa kehendak Tuhan ia tidak akan mungkin seberhasil seperti sekaarang ini. Ia juga bersyukur karena penghasilannya sebagai atlit dapat mencukupi kehidupan keluarganya.
Jadi satu hal yang bisa saya ambil adalah lakukan segala sesuatunya demi kemuliaan Tuhan, karena Tuhan selalu bersama-sama dengan kita.
Elrita XI S 1 - 10


Pada saat mendapat tugas wawancara, yang terlintas dalam benak saya adalah langsung mewawancarai atlet! Itu sudah menjadi hal yang "otomatis" dalam diri saya. Tapi setelah saya membentuk kelompok bertiga (saya,Micheline,dan Elrita) saya berpikir 2 kali untuk mewawancarai seorang atlet. Hambatan dalam pikiran saya adalah karena yang pertama: Menghubungi seorang atlet itu tidak mudah! apalagi atlet nasional yang dalam waktu-waktu ini sangat ketat latihan untuk Thomas & Uber Cup 2008! yang kedua karena saya berpikir teman-teman kelompok saya tidak terlalu interest dengan atlet bulutangkis. Namun, karena terdorong rasa ingin mewawancarai profesi yang berbeda dan termasuk langka tersebut, saya semakin niat untuk mewawancarai atlet. Lalu saya langsung mengutarakan niat saya pada kedua teman saya. Saya rasa saat pertama, mereka masih kuang peduli dengan niat saya, mungkin kami masih akan beralih jika menemui kesulitan untuk mewawancarai atlet tersebut.
Begitu sampai di rumah, saya mulai menentukan akan mewawancarai siapa. Saya sempat berpikir untuk mewawancarai atlet muda yang masih aktif di klub, kaena saya lumayan mengenalnya. Tapi, karena saya ingat kalu Bu Caecil sempat mengagumi Candra Wijaya, maka saya mulai memantapkan pilihan untuk kelompok kami.
Saya memang tahu kalau Candra satu paroki dengan saya, tapi saya belum pernah melihat dia di gere selama ini. Akhirnya saya bilang ke Michelle dan Rita.
Saya : " Eh kita wawancara Candra Wijaya yah,"
Michelle: " Serius lo, Fin?"
Rita : " Yang mana tuh? Serius lo Fin?'
Finka : " Ya donk!" hehe..
Setelah itu, minggu sore tanggal 20 April 2008 setelah pulang gereja jam 5, saya mulai pikir gimana cara ketemu Candra, "si atlet dunia" itu. Saya tahu rumahnya. Saya bingung antara cari tahu nomor teleponnya atau langsung datang ke rumahnya. Saya putuskan untuk mencari tahu nomor teleponnya. Saya bingung lagi cari nomor teleponnya dari siapa. Saya tidak tahu Candra itu wilayah berapa. Yang saya tahu kalau daerah komplek dia wilayah 8 dan 9. lalu, saya coba telepon ketua wilayah 8 tapi tidak bisa. Lalu, berhubung ketua wilayah itu adalah mamanya teman bulutangkis saya, maka saya nekat telepon dia.
Saya : "Halo, bisa bicara dengan Ibu Nelly?"
Rico : "Tunggu sebentar ya, Ci,"
(Rico itu teman bulutangkis saya, umurnya lebih kecil)
T. Nelly : "Iya ada apa ya?"
Finka : "Tante, saya mau tanya Candra Wijaya itu wilayah berapa ya? Karena saya mau wawancara dia buat tugas sekolah. Di wilayah tante bukan?"
T.Nelly : "Oh bukan, dia di wilayah 7. Tapi, bukannya dia lagi bertanding di luar?"
Finka : "Oh mestinya udah pulang sih,"
T.Nelly : "Hmm.., coba kamu telepon rumahnya deh ya.. Nomornya 543-xxx-xxx. Cari istrinya dulu aja"
(saya kaget karena si Tante punya nomornya Candra)
Finka : "Ok, thanks Tan..."
Waktu itu jam 8 malam. Begitu dapat nomor teleponnya saya langsung telepon. Yang angkat pembantunya.
Saya :"Bisa bicara dengan Ci Lina?"
Pmbntu :"Ibunya udah tidur"
Finka :"Ok Thanks"
Wah, udah tidur, besok saya telepon lagi deh. Besoknya tanggal 21, sore-sore.
jam 4 : "Bu Linanya lagi pergi"
jam 6 : "Bu Linanya belum pulang, antar les anaknya, mungkin jam 8 baru pulang,"
Saya bilang ke Rita dan Michelle untuk coba telepon juga, ternyata hasilnya sama, dai belum pulang.
jam 8 : "Ibunya belum pulang"
Besoknya, menurut analisa saya, Ci Lina dan anak-anaknya lagi jemput Candra di airport yang baru pulang dari kejuaraan Asia di MAS. Akhirnya tanggal 22 April, hari ulang tahun saya. Jam 9 pagi sebelum saya pergi, saya telepon ke rumah Candra dan yang angkat Candra sendiri.
Finka : "Halo. Bisa bicara dengan Candra Wijaya?"
Chandra: "Ya. Saya sendiri,"
Finka : "Saya Finka dari Santa Ursula. Apa saya bisa wawancara Ko Candra untuk tugas sekolah?"
Chandra: "Hmm.. Tapi sekarang saya udah mau pergi nih, untuk bawa obor. Mungkin sampe sore acaranya,"
Finka : "Oh. Paling cuma bentar aja sih kc. 15 menit"
Chandra: "Boleh sih, nanti malam coba telepon lagi aja yah,"
Finka : "Ok deh,"
Wah, akhinrya saya langsung ngomong ke Candranya. Tapi masih belum jelas waktu dan kapannya. Semula saya berencana memotret aktifitas Candra saat membawa obor,saya juga sudah hubungan dengan Michelle untuk janjian di Senayan. Ternyata rute obor diubah dan tidak sembarang orang boleh liat. Jadi, kita batal memotret.
Malamnya, pulang dari Senayan saya menelpon lagi ke rumah Candra dan diangkat oleh istrinya. Ternyata Candra baru saja pergi dan pulangnya malam sekitar jam 10. Jadi kami membuat ulang janji pada esok harinya tanggal 23 April malam. Memang belum tahu jamnya kapan. Ci Lina menawarkan supaya nanti dia yang akan menghubungi kami. Malam sekitar pukul tujuh kurang, Ci Lina menelpon kalau Candra bisa ditemui pukul 10 malam. Jadi, saya langsung hubungi Michelle dan Rita supaya jam 10 tepat datang ke rumahnya. Tapi ternyata Ci Lina baru liat sms dari Candra kalau dia ada di acara 4 matanya Tukul dan pulang malam sekali. Ci Lina minta maaf banget tapi kami memaklumi. Akhirnya kami pulang dan berharap besok bener-bener bisa wawancara. Dan dia akan hubungi kita lagi. Dalam doa saya mohon supaya bisa cepat selesai wawancaranya. Saya tergetkan tanggal 24 harus sudah ketemu.
Tanggal 24 April.
Pagi-pagi benar jam 7. Saya coba telepon lagi dan yang angkat Ci Lina. Saya tanya apa bisa kalau kita samperin Candra ke PBSI Cipayung. Tapi kata Ci Lina masuknya susah karena ada satpamnya. Jadi saya pikir ya sudah seperti rencana semula aja. Ci Lina kasih kabar kalau Candra sudah di rumah pk 15.00. Ci Lina telepon HP saya dan bilang bisa wawancara sekarang. tapi saya bilang teman saya masih ada di daerah Senayan jadi 2 jam lagi kira-kira dan akhinrya kata Ci Lina ketemu di kolam renang aja karena anak-anaknya pada berenang di sana. Akhirnya kami semua setuju dan kira-kira jam setengah 5 kami tiba dan ketemu sama Ci Lina. Candranya lagi keluar sebentar karena dia kira jam 5an kita baru datang. Sambil menunggu Ko Candra datang, saya, Michelle, dan Rita ngobrol-ngobrol dulu sama Ci Lina dan Tania anaknya. Kami sempat foto juga. ternyata Ci Lina dulu juga atlet bulutangkis dan malah sempat hijrah ke Singapura selam 1 tahun dengan adiknya Ronald Susilo yang sampai sekarang masih membela Singapura. Kalau tidak salah Ci Lina pergi tahun 88--89. Begitu lulus SMA dia langsung ke Singapura, waktu itu zaman Mia Audiva. Saya banyak berdiskusi tentang bulutangkis dengan Ci Lina. Tentang Klub Pelita, teman-teman saya yang dia juga kenal, setidaknya dulu di SMA Ragunan dan Ehm.. saat di bertemu Candra di klub (umur 13 tahun). Kami juga ngobrol tentang anak-anaknya, sedikit tentang kehidupan dan banyak menganalisis atlet-atlet bulutangkis zaman sekarang. Obrolan berlangsung mengalir dan lumayan seru. Saya merasa cocok dapat bertukar pikiran dengannya dan juga tambah pengetahuan (salah satunya istilah nyolong umur) hehe.. Ci Lina orangnya ramah, sederhana, sayang keluarga, disiplin, easy going, tidak ribet, dan tepat janji. Dia juga sabar sebagai ibu rumah tangga dan istri seorang atlet yang kebanyakan jarang di rumah. Setelah kami lama berbincang-bincang (sayangnya tidak direkam), Candra datang. Akhirnya kami bertiga pindah tempat duduk yang ditunjuk Ko Candra.
Pertama-tama Ko Candra kelihatan agak kaku dan jaim. Kami duduk duluan dan bagi tugas. Saya bagian tanya-tanya, Michelle mereka, an Elrita mencatat kalimat-kalimat penting. Wawancara dimulai mungkin pukul 17.15an. Tapi sebelumnya kami bersalamn dan perkenalan. lalu Ko Chandra duduk dan bertanya, "Apa nih yang bisa dibantu?"
Finka : "Iya. Kita mau wawancara, nanya-nanya koko buat tugas sekolah kita, langsung aja yah pertanyaannya," (bertanya)
Candra: "Hm.." (sambil ngelirik) " Pertanyaannya yang gitu-gitu yah?"
Finka : "Hmm.. iya sih kira-kira,"
Lalu Ko Candra menjawab dengan hati-hati dan sopan banget sampe kira-kira di pertanyaan ketiga dan keempat saya mulai lebih ke arah ngobrol-ngobrol dan tidak terpaku sama daftar pertanyaannya. Akhirnya Ko Candra juga jadi lebih santai dan banyak guyonnya juga. Suasana jadi enak dan mengalir.
Ko Candra orangnya ternyata tidak kaku. Sangat baik, humoris, jujur, sabar, rendah hati, tidak sombong, dan ternyata... sangat religius samapai dia pernah berpikir untuk jadi pastor! Wah.. hebat deh..
Selain itu dia juga simpatik..
Ga salah deh banyak yang ngefans..
Semula Michelle dan Rita yang agak buta bulutangkis jadi tertarik dan ikut simpatik sama Candra (saya jadi senang). Candra cerita kalau dia (pertama) orang yang amat religius, (kedua) dia tetep mau ikut Thomas tahun ini padahal sudah tidak di Pelatnas lagi, (ketiga) di benerr-bener bangga waktu bisa bawa pulang emas di Olimpiade Sydeney 2000 sama Ko Tony Gunawan.Ko Candra juga cerita motivasinya atas prestasi yang diraih kokonya (Indra Gunawan), trus gimana dia ketemu Ci Lina (di gereja pagi-pagi jam 6), samapai merindingnya waktu naynyi Indonesia raya di negeri orang, atau gak sempet nangis karena lagu Indonesia Rayanya kecepetan (hehe.. becandaan..). Ko Candra juga bilang sebetulnya Indonesia itu potensinya ada, tinggal masing-masing pribadinya aja. dia juga tidak mau maksain anaknya (Wintan dan Tania) untuk main bulutangkis, dia cuma ngedukung aja stiap cita-cita anaknya. Ko Candra mengakui kalau orangtuanya 'agak maksa' juga supaya anak-anaknya jadi pebulutangkis karena dari keluarganya (Engku, dll tidak ada yang 'jadi'.Dan terjadinya 'di tangannya' (sambil ketawa.. bercanda)
--Di sela-sela wawancara Wintan muncul dan reflek saya ajak bercanda dan salam. Dia lucu sekali, tidak takut orang.--
Saat ditanya pernah down aatau tidak Ko Candra bilang pernah. Tapi, dia selalu ingat pepatah "Jatuh 100 kali tapi harus bisa bangun 1000 kali. Yang penting berpikiran positif." Tentang penghasilannya sekarang dia mengaku cukup puas dan sangat Puji Tuhan. Cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan dia dan keluarganya. Tapi tetap, Ko Candra juga memikirkan bisnis lain di luar menjadi atlet. Sekarang ini dia juga mulai merintis bisnis alat-alat olahraga dan juga terjun ke dunia pertambangan seperti solar dan batu bara. Ko Candra tetap ingat ajaran orang tuanya untuk selalu menabung dan tidak menghambur-hamburkan uang begitu saja. Memang pilihan yang berat menjadi atlet. Ko Candra mengaku dia termasuk beruntung, Tuhan selalu memberikan jalan. Tentang prestasinya, Ko Candra mengaku puas tapi belum puas juga. Masih ada yang ingin dia raih.
Ko Candra juga orang yang selalu optimis. Pasti bisa. saat berada di suatu negara, Ko Candra selalu menyempatkan diri ke Gereja walaupun cuma sendiri. Peran Tuhan begitu besar bagi Ko Candra. "Tuhan selalu mengikuti Koko" bgeitu katanya. Ko Candra juga cerita hobinya yang lain. Ko Candra sangat menyukai binatang khususnya burang dan ikan. Begitu berbicara tentang ini, matanya langsung berbinar-binar. Idolanya adalah Mother Teresa, Ko Candra begitu mengaguminya. Motto hidup dan pesan untuk anak muda zaman sekarang dari Ko Candra, yaitu : "Berikanlah yang terbaik apa yang bisa kamu berikan dan jauhi hal-hal negatif, selalu berpikir positif, dan beri dedikasi yang maksimal" Ko Candra merasa amat senang bila dirinya dapat berguna bagi orang lain dan dapat memuliakan Tuhan. Seperti contohnya ia sering memberi kesaksian, bahkan diminta tolong oleh Gereja Kristen dan kabarnya akan dipublikasikan. Kami merasa sangat senang dapat bertemu dengan Ko Candra. Sangat simpatik dan inspiratif. Tentang saudara-saudaranya, mereka sangat senang berkumpul terutama saat Natal dan Xin Jia. tapi Ko Candra cenderung mandiri dan mencari Tuhan untuk menceritakan masalahnya.Semua yang diucapkannya tulus dari hatinya. Lain kali kami akan betemu lagi. (semoga). Sampai jumpa lagi Ko, Wintan! Yeay..

(Kesimpulan)
- Penghasilan yang cukup diperoleh melalui suatu kerja keras dan usaha. Juga disertai oleh keberanian dalam menentukan pilihan.

- Hambatan-hambtan itu selalu ada, bagi orang berhasil sekali pun tapi harus dipatahkan oleh motivasi dalam diri pribadi kita. Fokus pada tujuan awal kita.

- Hidup kita sepenuhnya disandarkan pada kebesaran Tuhan. Dalam kondisi apa pun tetap harus ingat dengan Tuhan. Tuhanlah yang selalu memberikan kita jalan.

- Nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua harus selalu kita terapkan. Orang tua selalu mengingatkan untuk menabung, lakukanlah. Orang tua selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya.

- Kita tidak boleh cepat puas dengan apa yang kita peroleh. Orang lain juga berusaha sangat keras, dapat melebihi kita makakita tidak boleh kalah. Segala pencapaian yang kita peroleh harus kita pertahankan.
Finka XI S 1 - 13


Menjadi reporter dadakan dan mewawancarai orang terkenal itu ternyata tidak mudah. Setelah berdiskusi beberapa lama, kelompok saya memutuskan untuk mewawancarai atlit bulutangkis. Beruntung, Finka memiliki nomor Candra Wijaya, peraih Medali Emas Sydney Olympic 2000. Namun, kenyataannya perjalanan untuk mewawancarai seorang Candra Wijaya tidak semudah itu. Setelah menelpon berulang-ulang kali ke rumahnya, kami tetap tidak bisa berbicara langsung baik dengan Candra Wijaya maupun istrinya. Saat akhirnya berhasil menghubungi sang istri yang akrab disapa Ci Lina, kami diminta datang ke rumahnya yang berlokasi di Taman Semanan pada pukul 10 malam.
Tanggal 23 April 2008 datanglah kami ke rumah kediaman keluarga Chandra Wijaya dengan semangat yang meluap menantikan acara wawancara kami. Setelah melewati satpam yang menanyai kami berbagai macam hal, kami diijinkan untuk masuk ke rumahnya. Di sana Ci Lina menyambut kami dengan senyum ramahnya. Sayang, senyum ramahnya tidak menunjukkan pertanda baik. Ternyata Ko Candra harus mengikuti siaran acara Tukul di Trans TV hingga larut malam. Terpaksa kami pulang dengan hati kecewa.
Keesokan harinya kembali kami ditelepon. Katanya kami bisa mewawancarai Ko Candra di Sport Club Taman Semanan, karena kebetulan anak-anak sedang les berenang di sana. Telepon itu cukup mendadak, dan kebetulan saya sendiri sedang berada di tempat yang cukup jauh dari Taman Semanan.Saya sangat kaget, dan akhirnya meminta tolong utnuk merundingkan waktu kembali. Setelah acara kebut-kebutan di jalan, akhirnya saya bertemu dengan Finka dan Rita di depan Sport Club Taman Semanan. Saat itu kira-kira pukul 16.30. Ternyata Ko Candra sendiri sedang pergi mengunjungi temannya dan yang ada hanyalah Ci Lina dan anak-anaknya yang sedang les berenang. Sembari menunggu kami pun mengobrol singkat dengan Ci Lina. Mulai dari karirnya sebagai atlit di Singapore dulu, lalu mengenai bulutangkis dan atlit-atlit saat ini, mengenai gereja, sampai mengenai perbedaan sekolah internasional dan nasional, dan akhinrya kami mengobrol mengenai film yang sedang diputar di bioskop saat ini.
Sekitar pukul 17.00 akhirnya Ko Candra yang kami tunggu-tunggu pun datang. Setelah menyalami kami, ia pun memohon maaf karena telah membuat kami menunggu. Dari sana kami pun berpindah lokasi ke tempat yang memiliki kursi dan meja untuk kami mengobrol dengan leluasa. Wawancara kami awalnya berjalan dengan kaku, namun lama-kelamaan tampaknya kami mulai bisa menyesuaikan diri sehingga percakapan dapat mengalir dengan sendirinya.
Melalui wawancara itu saya dapat memetik banyak pelajaran. Mungkin orang-orang berpikir menjadi atlit terkenal adalah hal yang menyenangkan.Tentu saja menyenangkan, membanggakan pula malah. Namun yang tidak terpikirkan oleh orang-orang itu ialah perjuangan untuk menjadi atlit itu sendiri. Latihan yang berat, kejenuhan, dan ketidakpastian pada awal karir. Terlebih waktu-waktu yang banyak dilewati bukan untuk bersenang-senang dan bersantai, tapi untuk berlatih mati-matian demi meraih sebuah kata sukses. Sebagai orang awam, hal-hal seperti itu merupakan hal yang baru bagi saya. Namun, setelah saya pikir kembali, semuanya itu masuk akal. Untuk meraih kesuksesan memang tidak ada kata instan. Semuanya pasti harus melewati suatu proses dan selama proses itu sendiri pasti ada hal-hal yang harus dikorbankan. Bagi seorang atlit hal yang harus dikorbankan adalah waktu dan sekolah, namun bagi profesi lain mungkin ada hal lain yang harus dikorbankan. Jadi memang, meraih kata sukses itu tidaklah mudah adanya,
Pelajaran lain yang saya dapat berasal dari diri Ko Candra sendiri. Bagaimana ia yang bisa dibilang sudah sukses, masih dan selalu berserah kepada Tuhan. Bahkan ia mau mengakui akan adanya campur tangan Tuhan dalam setiap kejadian yang terjadi dalam dirinya. Menurut saya, orang yang berni mengakui hal itu adalah orang hebat. Lebih heabtnya lagi di tengah kesuksesannya itu ia juga selalu mencari Tuhan. Ia mengaku bahwa ia tetap ke gereja di sela-sela kesibukannya bahkan saat ia berada di luar negeri. Hal ini cukup mengagetkan saya, karena setahu saya biasanya orang-orang yang sudah terkenal akan menjauh atau lupa pada Tuhan karena kesibukan mereka. Sebenarnya masih banyak hal lain dari Ko Candra yang membuat saya takjub dan salut. Seperti kesederhaanaan dan keramahannya pada kami pun patut diacungi jempol. Padahal saya sendiri merasa bahwa kami telah menginterupsi waktu keluarganya yang pastinya sangat berharga.
Kesimpulannya untuk mencapai kesuksesan orang butuh banyak pengorbanan. Namun, kesuksesan itu sendiri tidak akan pernah lepas dari campur tangan Tuhan, oleh karena itu kita tidak pernah boleh lupa pada Tuhan, baik saat berjuang untuk mencapai kesuksesan maupun saat kita telah mendapatkan kesuksesan tersebut, karena tanpa Tuhan kita bukanlah apa-apa.

Micheline XI S 1 - 22

No comments: